Sabtu, 20 April 2013

PENYELESAIAN SENGEKETA EKONOMI


BAB 14
PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI
1.1   PENGERTIAN SENGKETA
Sengketa adalah perilaku pertentangan antara kedua orang atua lembaga atau lebih yang menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberikan sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya.

1.2  CARA-CARA PENYELESAIAN SENGKETA
1.      Negoisasi
2.      Mediasi
3.      Abitrase
4.      Konsiliasi
5.      Enquiry (penyelidikan)
6.      Pengadilan

1.3  NEGOISASI
Negosiasi adalah suatu bentuk pertemuan antara dua pihak: pihak kita dan pihal lawan dimana kedua belah pihak bersama-sama mencari hasil yang baik, demi kepentingan kedua pihak.
1.4  MEDIASI
Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.

1.5  ARBITRASE
Arbitrase adalah kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan.

1.6  PERBANDINGAN ANTARA PERUNDINGAN, ARBITRASE, DAN LIGITASI
Perbedaan antara Perundingan, Arbitrase, dan Ligitasi ialah sebagai berikut :
1.      Perundingan ialah tindakan atau proses menawar untuk meraih tujuan atau kesepakatan yang bisa diterima.
2.      Arbitrase merupakan kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan.
3.      Ligitasi adalah proses dimana seorang individu atau badan membawa sengketa, kasus ke pengadilan atau pengaduan dan penyelesaian tuntutan atau penggantian atas kerusakan.
Jadi perbandingan diantara ketiganya ini merupakan tahapan dari suatu penyelesaian pertikaian. Tahap pertama terlebih dahulu melakukan perundingan diantara kedua belah pihak yang bertikai, kedua ialah ke jalan Arbitrase ini di gunakan jika kedua belah pihak tidak bisa menyelesaikan pertikaian yang ada oleh sebab itu memerlukan pihak ketiga. Ketiga ialah tahap yang sudah tidak bisa diselesaikan dengan menggunakan pihak ketiga oleh sebab ini mereka mebutuhkan hukum atau pengadilan untuk menyelesaikan pertikaian yang ada.
REFERENSI :


ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT


BAB 13
ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
1.1  PENGERTIAN
Pasar Monopoli adalah suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar. Penentu harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut sebagai "monopolis".
Sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis dapat menaikan atau mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah barang yang akan diproduksi; semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin mahal harga barang tersebut, begitu pula sebaliknya. Walaupun demikian, penjual juga memiliki suatu keterbatasan dalam penetapan harga. Apabila penetapan harga terlalu mahal, maka orang akan menunda pembelian atau berusaha mencari atau membuat barang subtitusi (pengganti) produk tersebut.

1.2  AZAS DAN TUJUAN
·         Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
·         Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.

1.3  KEGIATAN YANG DILARANG
Dalam UU No.5/1999,kegiatan yang dilarang diatur dalam pasal 17 sampai dengan pasal 24. Undang undang ini tidak memberikan defenisi kegiatan,seperti halnya perjanjian. Namun demikian, dari kata “kegiatan” kita dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kegiatan disini adalah aktivitas,tindakan secara sepihak. Bila dalam perjanjian yang dilarang merupakan perbuatan hukum dua pihak maka dalam kegiatan yang dilarang adalah merupakan perbuatan hukum sepihak.
Adapun kegiatan-kegiatan yang dilarang sebagai berikut :
1.      Monopoli
2.      Monopsoni
3.      Penguasaan pasar
4.      Persekongkolan
5.      Posisi dominan
6.      Jabatan rangkap
7.      Pemilikan saham
8.      Penggabungan, peleburan, pengambilalihan

1.4  PERJANJIAN YANG DILARANG
1.      Oligopoly
2.      Penetapan harga
3.      Pembagian wilayah
4.      Pemboikotan
5.      Kartel
6.      Trust
7.      Ologopsony
8.      Integrasi vertical
9.      Perjanjian tertutup
10.  Perjanjian dengan pihak luar negri

1.5  HAL-HAL YANG DIKECUALIKAN DALAM UU ANTI MONOPOLI
1.      Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang terdiri dari:
a.       Oligopoly
b.      Penetapan harga
c.       Pembagian wilayah
d.      Pemboikotan
e.       Kartel
f.       Trust
g.      Oligopsony
h.      Integrasi vertical
i.        Perjanjian tertutup
j.        Perjanjian dengan pihak luar negri
2.      Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar,
yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
a.       Monopoli
b.      Monopsoni
c.       Penguasaan pasar
d.      Persekongkolan
3.      Posisi dominan, yang meliputi :
a.       Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing.
b.      Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi
c.       Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar
d.      Jabatan rangkap
e.       Pemilikan saham
f.       Merger, akuisisi, konsolidasi

1.6  KOMISI PENGAWASAN PERSAINGAN USAHA (KPPU)
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

1.7  SANKSI
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
REFERENSI :

PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB 12
PERLINDUNGAN KONSUMEN
1.1  PENGERTIAN KONSUMEN
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. 

1.2  AZAS DAN TUJUAN
Asas-asas yang dianut dalam hukum perlindungan konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU PK adalah:
1.       ASAS MANFAAT
Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.

2.       ASAS KEADILAN
Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 4 – 7 UU PK yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.

3.       ASAS KESEIMBANGAN
Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi.

4.       ASAS KEAMANAN DAN KESELAMATAN KONSUMEN
Diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

5.       ASAS KEPASTIAN HUKUM
Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Sedangkan Pasal 3 UU PK menyebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah:
1.      Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
2.      Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.
3.      Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
4.      Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
5.      Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.

1.3  HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN
1.      Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
2.      Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
3.      Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi jaminan barang dan/atau jasa.
4.      Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.
5.      Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6.      Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.

1.4  HAK DAN KEWAJIBAN PELAKU USAHA
1.       Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
2.       Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
3.       Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
4.       Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
5.       Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban pelaku usaha :
a.       Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b.      Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c.       Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d.      Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e.       Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

1.5  PERBUATAN YANG DILARANG BAGI PELAKU USAHA
a.       Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang :
1.       Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan perundang-undangan.
2.       Tidak sesuaidengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut.
3.       Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya.
b.      Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
c.       Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.

1.6  KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN
Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan / atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen, klausula Baku aturan sepihak yang dicantumkan dalam kuitansi, faktur / bon, perjanjian atau dokumen lainnya dalam transaksi jual beli tidak boleh merugikan konsumen.

1.7  TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA
1.      Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan (PASAL 19)
2.      Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut (PASAL 20)
3.      -     Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor apabila importasi     barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan produsen luar negeri
-          Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing apabila penyediaan jasa asing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa asing (PASAL 21)
4.      Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4), Pasal 20, dan Pasal 21 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian (PASAL 22)
5.      Pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen (PASAL 23)

1.8  SANKSI
Sanksi dalam bahasa Indonesia diambil dari bahasa Belanda, sanctie, seperti dalam poenale sanctie yang terkenal dalam sejarah Indonesia di masa kolonial Belanda.
Sanksi yang melibatkan negara :
1.       Sanksi internasional, yaitu langkah-langkah hukuman yang dijatuhkan oleh suatu negara atau sekelompok negara terhadap negara lain karena alasan-alasan politik.
2.       Sanksi diplomatik, yaitu penurunan atau pemutusan hubungan diplomatik, seperti misalnya penurunan tingkat hubungan diplomatik dari kedutaan besar menjadi konsulat atau penarikan duta besar sama sekali.
3.       Sanski ekonomi, biasanya berupa larangan perdagangan, kemungkinan dalam batas-batas tertentu seperti persenjataan, atau dengan pengecualian tertentu, misalnya makanan dan obat-obatan, seperti yang dikenakan oleh Amerika Serikat terhadap Kuba.
4.       Sanksi militer, dalam bentuk intervensi militer.
5.       Sanksi perdagangan, yaitu sanksi ekonomi yang diberlakukan karena alasan-alasan non-politik, biasanya sebagai bagian dari suatu pertikaian perdagangan, atau semata-mata karena alasan ekonomi. Lazimnya melibatkan pengenaan tarif khusus atau langkah-langkah serupa, dan bukan larangan total.
REFERENSI :